Menutup rangkaian cerita dari Petamburan, rupanya bukan hanya cerita tentang mausoleum megah yang tertinggal di sana. Mengingat TPU Petamburan adalah komplek makam tua yang sudah ada sejak jaman kolonial belanda, maka ada jejak-jejal sejarah lain di sana.
Di sisi barat, kita akan menjumpai makam Khouw Kim An, ia adalah sepupu dari Khouw Oen Giok yang dimakamkan di mausoleum megah di sana. Kamu yang tidak terlalu gemar dengan sejarah mungkin tidak terlalu mengenal namanya, tapi pasti kenal sama rumahnya. Gedung Candranaya! Kenal kan?


Khouw Kin An ini generasi ketiga dari keluarga Khouw yang masih mempertahankan tradisi keluarga sebagai kapitan Tionghoa, dan merupakan kapitan terakhir di Batavia hingga masa kemerdekaan. Untuk tahu kapitan itu apa, kamu bisa membacanya di sini.



Bergeser ke sisi selatan, kita akan menjumpai Rumah Guci Abu Jepang yang menyimpang 79 guci abu jenazah warga/tentara Jepang yang wafat dan dikremasi di Indonesia. Ruangan ini terkunci dan dapat dikunjungi setelah mengantongi ijin dari Kedutaan Besar Jepang. Tampak dari luar, nuansa Jepang terwakilkan oleh desain bangunan dan batu-batu alam bertuliskan huruf Kanji Jepang.
Terakhir, di sisi timur jejak sejarah yang sangat langka, bukan cuma di Jakarta, tapi juga di Indonesia, makam yang diyakini sebagai tempat peristirahatan terakhir masyarakat Yahudi. Informasi yang saya dapatkan dari petugas makam, harusnya ada sekitar 6-7 makam, tapi yang tersisa / mudah dikenali hanya tersisa tiga buah. Saya pernah melihat makam Yahudi di Ereveld (saya lupa yang mana) dan komplek makam Kembang Kuning Surabaya, tapi bentuknya biasa saja, seperti makam pada umumnya. Yang satu ini berbeda, bentuknya prisma segitiga memanjang seperti bentuk atap rumah.

Ini adalah makam yang nisannya bertuliskan huruf Latin, ada satu makam lagi yang bertuliskan huruf Ibrani yang sayangnya lenyap fotonya. Kalau dilihat dari tahun wafatnya, itu belum terlalu lama ya, saya jadi mikir, apakah Pak Ballas ini masih punya kawan atau kerabat sesama keturunan Yahudi? Apakah ada keturunannya hingga hari ini? Menarik untuk ditelusuri..
Komunitas Yahudi (pls, bedakan dengan Israel ya) itu sudah lama berada di Indonesia gengs, menurut literatur yang saya baca, diperkirakan mulai masuk Indonesia pada abad ke-10 melalui jalur perdagangan, jauh lebih dulu dari masuknya bangsa Eropa ke Nusantara. Di akhir-akhir masa kolonial, komunitas Yahudi banyak tinggal di Tanah Abang, hidup berdampingan dengan komunitas Arab. Mungkin ini juga alasan kenapa makamnya kita temukan di Petamburan yang jaraknya yang tak terlalu jauh dari Tanah Abang.
By the way, TPU Petamburan adalah salah satu dari 114 TPU yang dikelola oleh Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta, luasnya 9,90 hektar dengan 14.960 petak makam, yang diperuntukkan untuk non-Muslim. Kalau kamu berkunjung ke sana, akan langsung nampak suasana makam yang berbeda. Makam-makam Tionghoa dengan nisan berukuran besar (bongpay) nampak sangat mendominasi, apa cerita di baliknya belum saya temukan. Lain kali boleh saya coba telusuri lagi.
TPU Petamburan bisa dikunjungi di jam 06.00 – 18.00, bebas masuk, tapi untuk pengambilan gambar dan video sebaiknya ijin dulu di kantor pengelola di pintu masuk. Kalau bukan untuk keperluan komersial, dipersilakan kok, tanpa biaya.
📍TPU Petamburan JL. Aip. II K.S. Tubun, Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat