Pernah kan kamu ada dalam situasi yang membuat kamu merasa eh si A kok sekarang berubah ya, si B dulu ngga gitu, si C kenapa ya kok sekarang begini?
Ini topik percakapan saya dengan dua orang kawan dalam dua minggu terakhir. Ngga disengaja, obrolan ngalor-ngidul kami berujung pada pertanyaan tentang hal ini. Apakah orang bisa benar-benar berubah?
Kalau sebagian orang bilang “you can’t get a leopard to change his spots”, untuk bilang ngga mungkin orang mengubah karakter aslinya, saya kok ngga seratus persen setuju ya. Alasan pertama, memangnya ada karakter asli orang yang seratus persen bawaan lahir? Bukannya semua adalah bentukan dua faktor, nature dan nurture? Kalau bentukan, berarti bisa dibentuk ulang dong.
Menurut banyak literatur yang saya baca dan pengalaman serta pengamatan dalam hidup, saya meyakini, orang tidak bisa diubah, tapi bisa berubah. Meskipun harus melalui proses yang panjang dan menantang. Saya pakai contoh perjalanan hidup saya dan beberapa orang yang saya amati, faktor-faktor berikut yang memungkinkan terjadinya perubahan:
Pengalaman baru: paparan terhadap ide, informasi, dan pengalaman baru dapat menginspirasi dan memfasilitasi pertumbuhan pribadi. Beberapa harus mengalami sendiri, beberapa cukup dengan melihat apa yang terjadi pada orang lain. Pengalamannya bisa baik, tapi juga sebaliknya. Satu hal yang membekasi biasanya ‘memaksa’ orang melakukan refleksi, memeriksa ulang diri dan hidupnya.
Self awareness: pemahaman yang lebih mendalam tentang diri sendiri biasanya adalah hasil dari refleksi. Biasanya saya akhirnya bisa menemukan oh, sepertinya hal-hal ini yang harus saya ubah, sekaligus berusaha mengidentifikasi apa kira-kira yang bisa mendorong atau menghambat saya membuat perubahan.
Intentional effort / usaha keras: dan di sini lah kuncinya! Perubahan hanya mungkin terjadi ketika seseorang secara sadar memutuskan untuk berubah melalui latihan dan pengulangan setiap hari. Perilaku yang diulang akan membuat kebiasaan, kebiasaan yang diulang akan menjadi karakter. Di salah satu post Instagram saya pernah cerita salah satu contoh kasus perubahan yang terjadi dalam hidup saya, meski ngga detail, kapan-kapan saya cerita bagaimana saya memprosesnya.
Dukungan ‘terapi’: ini kalau poin di atas mentok, sulit untuk dilakukan hanya dengan niat dan usaha diri sendiri. Kadang kita perlu bantuan pihak lain, bahkan tenaga profesional untuk membuat perubahan. Dalam hidup saya sih, ada mentor/coach, ustadz, psikolog, psikiater, banyak! Di sini saya perlu menekankan pentingnya memilih circle yang tepat kalau memang mau bener-bener berubah. Dalam hal apa pun, kamu mau hidup lebih sehat bergaul lah dengan orang-orang yang suka olahraga, makan bener, hidup ‘bersih’. Mau mentalmu aman, jauhi orang-orang toxic, pilih orang-orang dengan (istilah sekarangnya) positive vibes. Mau jiwamu lebih damai, ngaji, doa, tempel guru-guru atau figur-figur yang tidak hanya akan menjadikanmu lebih religius, tapi spiritual.
Jadi, apa pun label buruk yang sudah pernah orang lain (atau mungkin dirimu sendiri) tempelkan pada dirimu, jangan jadikan itu hal yang bisa mendefinisikan kamu dan hidupmu. Kamu bisa kok membuat definisi ulang.
Di sisi lain, kalau kamu merasa si A, B, C berubah (baik ke arah positif atau negatif), sempatkan berpikir sebentar, apakah orang-orang itu memang berubah atau selama ini kamu tidak cukup mengenal dan hanya melihat label yang sudah telanjur melekat?