Kalau Pangalengan punya Bosscha, Gambung punya Kerkhoven, terakhir ke Subang saya ‘bertemu’ Hofland, selanjutnya saya ke Garut untuk berkenalan dengan Tuan Holle.
Nama lengkapnya Karel Frederik Holle, salah satu Preangerplanters (pengusaha perkebunan di Priangan) yang sukses dan juga tercatat memiliki peran cukup penting dalam banyak aspek perkembangan wilayah Garut.
Holle hijrah ke Hindia Belanda pada tahun 1943, di usianya yang baru 14 tahun. Ia ikut dalam rombongan yang berlayar ke Hindia Belanda bersama keluarganya. Setelah lulus sekolah, Holle mengawali karir sebagai klerk atau juru tulis di Kantor Residen Cianjur dan Kantor Directie van Middelen en Domeinen di Batavia.
Tumbuh melihat ayahnya bekerja di perkebunan Bolang, Jasinga, Bogor. Dan juga pamannya Willem van der Hucht yang mengelola perkebunan teh di Parakan Salak, Holle agaknya tak puas dengan pekerjaannya dan ingin menempuh jalan yang sama di bidang perkebunan.
Setelah sepuluh tahun, ia memutuskan berhenti bekerja sebagai pegawai kantoran. Pindah kerja sebagai administratur/kepala perkebunan teh di Cikajang, berikutnya di tahun 1862 ia membuka Perkebunan Teh dan Kina Waspada di Giriawas, Garut.
Holle menjalin persahabatan dengan para penguasa dan masyarakat pribumi, salah satu yang cukup dekat adalah Haji Mohammad Moesa. Persahabatan ini bersifat mutual, saling membawa manfaat. Holle memfasilitasi Moesa dan putrinya menerbitkan tulisan-tulisan mereka yang dicetak secara resmi oleh Landsdrukkerijs, percetakan milik Pemerintah Hindia Belanda. Tak kurang dari 14 judul buku atau wawacan (bahan bacaan) yang diterbitkan.
Sedangkan Moesa membantu Holle memperluas wawasan dan pemahaman tentang sejarah dan kebudayaan masyarakat Sunda. Holle sangat fasih berbahasa Sunda, hij sprak het Soendanees als een Soendanees (dia berbicara Bahasa Sunda seperti orang Sunda), begitu kata orang-orang.
Keahlian Holle di bidang linguistik ini juga yang menjadikan ia kerap terlibat dalam penelitian naskah-naskah Sunda Kuno dan peninggalan purbakala di Sunda. Holle terlibat dalam pembacaan Prasasti Batutulis di Bogor dan Prasasti Geger Hanjuang di Tasikmalaya.
Holle juga memiliki minat yang besar terhadap pertanian. Ia menulis serangkaian artikel tentang panduan menanam kopi dan padi. Holle bahkan memiliki kontribusi besar dalam bidang pertanian, ia merekomendasikan untuk tidak lagi menanam padi dengan cara menebarkan benih begitu saja, melainkan dengan sistem Holle, bibit padi ditanam terlebih dahulu di persemaian sebelum dipindahkan ke lahan pertanian. Kefasihannya dalam berbahasa Sunda memungkinkannya berinteraksi dan mengajarkan teknik pertanian kepada petani setempat dengan lancar.
Daftar jasa Holle masih berlanjut, saya baru tahu, Garut punya jenis kacang lokal bernama kacang Holle. Garut juga punya batik lokal Garutan yang dirintis oleh Holle. Pembatik di kota Garut ada yang menceritakan bahwa keahliannya membatik didapat dari buyut yang dulu diajari oleh Tuan Holle. Dan kalau kamu pernah dengar soal domba garut yang termasyhur karena memiliki perawakan yang berbeda dengan domba lokal lain, itu juga gara-gara Holle!
Kekhasan domba garut tidak terlepas dari asal-usulnya. Domba garut masa kini adalah keturunan hasil persilangan tiga jenis domba, yakni domba lokal Priangan, dengan domba merino asal Spanyol, dan domba kaapstad asal Afrika yang diimpor oleh Holle.
Sederet jasa Holle tentu saja menumbuhkan rasa hormat bahkan dari kalangan pribumi. Setelah kematiannya, warga Garut menyatakan bahwa mereka menyetujui pembangunan Tugu Holle di sebagai bentuk penghormatan.
Sebuah tugu peringatan tugu peringatan berbentuk obeliks didirikan di Alun-alun Garut, pada tahun 1899. Orang Garut dulu menyebutnya sebagai tugu Mitra Noe Tani, sahabat para petani. Namanya juga diabadikan menjadi salah satu nama jalan di Garut masa itu, Hollenstraat.

Sayangnya pada zaman penjajahan Jepang, tugu ini pun dihancurkan dengan alasan menghilangkan jejak-jejak kolonial. Belakangan setelah Indonesia merdeka, nama jalan Hollenstraat juga diubah menjadi Jalan Mandalagiri.

Tahun 2001, rombongan keturunan Holle berkunjung ke Garut untuk membangun ulang tugu di alun-alun, namun ditolak oleh DPRD Kabupaten Garut masa itu. Replika tugu akhirnya didirikan di Perkebunan Teh Cisaruni PTPN VIII. Tuan Holle telah kembali ke titik awal kehidupannya di Garut.