Beneran, bukan di Yogyakarta, meski namanya persis dengan nama salah satu bagian Keraton Yogyakarta, tapi gedung ini berada di komplek Museum Prabu Geusan Ulun, Sumedang.
Salah satu jejak pengaruh Kesultanan Mataram Islam di tatar Sunda, selain rasa-rasa Jawa di ALun-alun Sumedang yang pernah saya ceritakan di sini. Kata srimanganti kalau menurut KBBI berarti pintu gerbang untuk masuk ke keraton yang sebenarnya. Namun bila diselisik lagi, dalam bahasa Jawa , srimanganti berasal dari kata sri yang artinya raja, manganti artinya menanti. Sehingga srimanganti dapat pula diartikan sebagai tempat para tamu kerajaan menunggu sang sultan atau raja siap menemui mereka.
Gedung Srimanganti Sumedang dibangun pada tahun 1706, Dalem Adipati Tanoemadja yang berarti usianya saat blog ini ditulis sudah mencapai 317 tahun. Bangunannya masih kokoh dan terawat baik, dan karena posisinya paling depan, gedung ini seakan sedang berdiri anggun menyambut para pengunjung MGPU.
Saya menduga bangunan ini baru disebut Srimanganti setelah para bupati tak lagi menjadikan bangunan ini sebagai kediaman. Bupati yang sempat bertempat tinggal di sini di antaranya Pangeran Kornel (Kenal kan? the legendary bupati yang salaman pakai tangan kiri sama Mas Galak alias Daendels), Pangeran Sugih, dan Pangeran Mekah. Pangeran Sugih juga sempat bertempat tinggal di Bumi Kaler, yang masih berada di komplek yang sama. Sejak tahun 1942, Srimanganti tidak lagi digunakan sebagai rumah tinggal Bupati. Pada masa pemerintahan Dalem Aria Soemantri (1937-1946) gedung ini dijadikan Kantor Kabupaten, sedangkan bupati beserta keluarganya tinggal di Gedung Bengkok atau Gedung Negara, masih di komplek yang sama.
Gedung Srimanganti bergaya kolonial, dengan banyak jendela besar dan besi-besi penyangga melengkung khas bangunan masa-masa itu, cantik sekali. Saya membayangkan betapa nyamannya para bupati yang dulu tinggal di sana, di pagi hari angin sejuk dan sinar matahari akan menerobos masuk ke dalam ruang di mana mereka duduk sambil ngeteh atau ngopi. Hmmmm.
By the way, beberapa kelompok masyarakat Sumedang menyebut bangunan ini sebagai keraton Sumedang Larang. Sebutan ini kurang tepat sih menurut saya, karena pada masa bangunan ini dibuat, Sumedang sudah tidak berbentuk kerajaan, melainkan kabupaten. Sejak menyatakan tunduk sebagai vasal dari Kesultanan Mataram, status kerajaan Sumedang memang diturunkan menjadi kabupaten. Ngga mungkin kan, ada kerajaan di dalam kerajaan. Selain itu, posisi keraton pada masa kerajaan Sumedang Larang juga bukan di sini, nanti kapan-kapan mau saya telusuri juga.
Saat ini, kalau berkunjung, kita hanya akan bisa melihat-lihat sisi luar bangunan saja. Karena sudah tak lagi dijadikan area pamer museum, dan sudah dialihfungsikan sebagai kantor yayasan. Jangan lupa ngintip bagian belakangnya yang berbagi halaman dengan Bumi Kaler, karena