Di post sebelumnya, saya cerita soal jejak sumur artesis Batavia, sebagai bagian sejarah perjalanan pengadaan air bersih di Jakarta. Beserta informasi bahwa di sekitar tahun 1918an, pemerintah kolonial mulai tak nyaman dengan kualitas air tanah di Batavia.
Alih-alih mencari cara untuk memperbaiki kualitas air tanah yang diperoleh dari sumur-sumur artesis, pemerintah saat itu memutuskan membangun sarana waterleiding untuk mengalirkan air bersih langsung dari sumber air di Ciomas Bogor menuju Batavia, waterleiding inilah yang hari-hari ini kita kenal dengan istilah ledeng.
Kali ini saya ajak kamu mengunjungi bangunan ini yang menjadi bukti sejarahnya. Warga Cibubur, Depok, Cibinong yang sehari-hari melintas di Raya Bogor pasti pernah melihatnya. Di masa saya kecil, bangunan ini masih nampak mencolok bila dilihat dari jalan raya. Namun sekarang dengan semakin ramainya jalan dan semakin banyaknya deretan kios, bangunannya semakin luput dari perhatian.
Warga sekitar menyebutnya sebagai “Gudang Air”, terletak di Raya Bogor km. 22, seputaran Pasar Rebo, Jakarta Timur. Dan sesuai dengan namanya, memang fungsinya sebagai gudang air, atau lebih tepatnya lagi disebut sebagai gardu air, tempat penampungan dan pemeriksaan kualitas air yang akan dialirkan ke Batavia.


Angka tahun di bangunan ini menunjukkan waktu dimulainya pengoperasian konsep waterleiding, tepatnya di 23 Desember 1922, yang kemudian dijadikan sebagai hari lahir PAM Jaya. Sambil sedikit termangu saya berpikir, seratus tahun lalu, mereka sudah ngga mau pakai, hari ini kita masih juga menyedot air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih kita. Padahal kalau dinalar, kualitas airnya pasti akan jauh lebih buruk sekarang ya?
Gudang air ini adalah titik keempat dalam alur pengaliran air dari Ciomas ke Jakarta, titik pertama tentu saja di Ciomas, saya belum pernah berkunjung ke sana. Kalau baca beritanya, saat ini dalam penguasaan PDAM Bogor. Titik kedua, masih bisa kita lihat di Jalan A. Yani, tepatnya di sekitar Taman Air Mancur Bogor.

Titik ketiga di Cibinong, kabarnya juga sudah ngga ada. Dan yang kelima, dulu di depan Kantor Pos Besar Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, sekarang tampaknya juga sudah ngga ada. Cmiiw.
Kalau melihat papan penanda di sana, gudang air Pasar Rebo ini berada dalam pengelolaan PAM Jaya. Tapi apakah masih menyalurkan air dari Bogor atau saat ini ada suplai air dari sumber lain saya kurang paham, sayang sekali saat saya berkunjung tidak bertemu dengan petugas penjaganya.
Lalu apakah pipa-pipa dari Bogor masih tertanam dan digunakan, saya juga belum menemukan informasi yang valid. Menarik juga sih untuk dicari peta jalur pipanya, jauh lho jarak Ciomas ke Weltevreden, kurang lebih 61 kilometer.
Keren juga sih, jaman itu lho, udah ada jaringan pipa sepanjang itu. Diniatin banget, demi melayani warganya yang butuh air bersih. Tentu saja warga Eropa yang sanggup membayar biayanya.
Lalu, masyarakat umumnya bagaimana? Disediakan hidran-hidran di tempat umum, tapi jumlahnya tidak terlalu banyak. Rakyat jelata harus mau mengantri untuk mendapatkan air ledeng.
Demikianlah sepenggal kisah cikal bakal perusahaan air minum di Jakarta. Kapan-kapan kalau melintas di Raya Bogor, mampir ke sini ya, siapa tahu kamu beruntung bisa bertemu petugas penjaga dan bisa melihat-lihat bagian dalamnya. Lalu gantian deh cerita ke saya.
Jalan Raya Bogor, Jakarta Timur