Bendung Salamdarma Indramayu, Jejak Pengairan dari Masa Kolonial

Terakhir saya tuliskan dalam perjalanan menuju agrowisata hutan mangga, saya menyusuri anak sungai Cipunegara yang sejajar dengan jalan, yang ternyata berujung di bendung peninggalan kolonial, Bendung Salamdarma.

Lokasi hutan mangga dan bendung sangat dekat, mengemudi  sekitar 500 meter, tak lama, saya sudah sampai di mulut jembatan yang membentang di atas bendung. Bendungnya tak terlalu besar, jembatannya dengan sendirinya juga tak terlalu panjang, saya bisa melihat dengan jelas ujungnya yang sudah berada di wilayah kabupaten yang berbeda.

Ya, 40-50 meter di seberang sana adalah Kabupaten Subang, tepatnya Desa Jatireja, Kecamatan Compreng. Jarak pendek tapi membuat saya berpikir panjan,  setelah melihat kondisi jembatannya. Saya sempat mundur dan menepi sejenak, menunggu ada kendaraan lain yang akan melintas, memastikan memang cukup aman untuk dilalui. Beruntung, tak lama ada mobil bak pengangkut mangga yang lewat, setelah ia aman melintas, buru-buru saya ikuti, biar sekalian jadi petunjuk arah menuju tol terdekat.

Tak jauh setelah menyeberang jembatan, saya melihat komplek perumahan Pertamina, wah apakah ada kawasan serupa Balongan di sini? Ternyata bukan, Pertamina punya Water Intake Facility Unit yang bertugas memastikan suplai air ke Balongan terjamin.

Bendung Salamdarma Indramayu, a.k.a Dam en sluizen in de Tjipoenagara adalah bangunan peninggalan kolonial, dua tahun lagi akan memasuki usia 100 tahun. Sejak awal berfungsi, tugasnya memasok air untuk 35.000 hektar sawah. Sebanyak 24.000 hektar tersebar pada enam kecamatan di Indramayu, yakni Sukra, Patrol, Anjatan, Kandanghaur, Gabuswetan, dan Bongas. Sekitar 11.000 hektar lainnya berada dalam dua kecamatan di Subang, yaitu Pusakanagara dan Pusakajaya.

Kalau menurut catatan sejarah, wilayah Subang dan Indramayu dulu merupakan tanah partikelir Pamanoekan en Tjiasemlanden (P&T Lands), yang setelah pemiliknya mangkat, sebagian lahannya kemudian dibeli oleh pemerintah Hindia Belanda sekitar tahun 1920. Kemudian di tahun 1923, dimulailah pembangunan bendung ini dan masih berfungsi hingga sekarang.

foto dari Instagram @subanglawas

Ada satu hal baru lagi yang saya pelajari di sini, lihat kan ada  percabangan sungai di foto lawas ini, nah sungai yang berukuran lebih kecil di sebelah kiri itu adalah Tarum Timur.

FYI,  di Bendung Curug Karawang, Citarum dipecah menjadi tiga aliran, aliran utama Citarum alami, Tarum Barat mengalir ke barat sampai ke Jakarta, yang kita kenal sebagai Kalimalang, dan Tarum Timur yang ternyata bermuara ke sini. Kalau ini bukan proyek jaman kolonial ya, melainkan di tahun 1965, di masa pemerintahan Presiden Soekarno.

Sekian cerita dari Salamdarma yang sudah menambah wawasan saya tentang pengairan. Seru kan roadtrip tuh, adaaaa aja yang dipelajari di sepanjang jalan.

📍Bendung Salamdarma 
Salamdarma, Mangunjaya, Kec. Anjatan, Kab. Indramayu, Jawa Barat

Leave a Comment