Masih dari kawasan Pabrik Gula Jatibarang Brebes, kalau kemarin sudah cerita tentang garasi loko yang super cantik, sekarang geser ke hidden gem berikutnya, Omah mBesaran.
Sebutan ini diberikan warga mengacu pada ukuran rumah yang relatif sangat terlebih bila menyertakan lahan pekarangan dan bangunan-bangunan pendukungnya. Super duper besar!!
Tentu saja rumah ini begitu besar, karena dulunya digunakan untuk rumah dinas administratur atau kepala PG Jatibarang berikut keluarganya. Belum ditemukan catatan pasti mengenai tahun pembangunannya, namun diperkirakan bersamaan dengan pabrik di tahun 1842.
Omah Mbesaran digunakan sebagai rumah dinas kepala pabrik hingga tahun 2010. Setelahnya kepala pabrik memilih tinggal di paviliun rumah induk karena pertimbangan ukuran rumah dinas yang terlalu besar. Sejak itu, bangunan utama dialihfungsikan sebagai museum, sedang halamannya dijadikan agrowisata, hingga pabrik tutup atau berhenti operasi tahun 2017.

Ini adalah tampak depan Omah Mbesaran, gaya bangunannya merupakan percampuran antara gaya indische empire yang lazim digunakan pada tahun-tahun tersebut dipadu dengan atap limasan khas Jawa. Gaya indische terbaca lewat ciri khasnya, bangunan besar berlangit-langit tinggi dan berbentuk simetris.
Sesimetris itu, rumah itu punya dua ruangan sama persis di masing-masing sisinya. Ada dua beranda berbentuk melengkung di sisi kiri dan kanan bagian depan.


Kemudian ada teras selebar 18 meter, dengan dua pintu dan dua jendela yang simetris. Berikut dua ruangan berpintu lengkung di sisi kanan dan kiri di belakang beranda yang dulu difungsikan sebagai ruang kantor, tempat sang administatur menerima pegawai-pegawai yang datang membuat laporan kerja.


Memasuki bagian dalam, kita akan disambut sebuah ruang keluarga dengan empat kamar tidur dengan ukuran seragam. Masing-masing ruangan terkoneksi dengan ruangan yang lain melalui pintu penghubung.




Di ruang tengah terdapat foto-foto kepala pabrik yang bertugas sejak awal pabrik beroperasi. Juga beberapa benda-benda lawas yang dulu digunakan sebagai alat penunjang operasional pabrik, seperti telepon, mesin ketik dan lain-lain. Favorit saya tegel yang motifnya berbeda di tiap ruangannya. Kalau mau lihat secantik apa kira-kira kalau bangunan ini diaktifkan kembali, coba tonton Film Buya Hamka deh, adegan-adegan Buya Hamka vol. 1 sebagai aktivis Muhammadiyah Makassar lokasi syutingnya di sini.
Bangunan paviliun masih digunakan hingga sekarang, sebagai kantor bagian tanaman, yaitu karyawan yang bertugas mengawasi produksi tanaman tebu untuk dikirim sebagai bahan baku PG Sragi di Pekalongan. Sementara bangunan tempat tinggal pekerja pabrik yang berada di luar kawasan Omah Mbesaran. Lokasinya lebih ke arah timur sederetan dengan pabrik, masyarakat setempat menyebutnya dengan tangsi.

Kondisi rumah saat saya berkunjung macam hidup segan mati tak mau. Beberapa bagian bangunan nampak rusak, terlebih bagian plafon yang kena rembesan air hujan akibat atap yang bocor. Saya paham, mengurus bangunan setua ini perlu banyak biaya. Semoga segera ada pihak-pihak yang turun tangan memperhatikan bangunan yang bahkan belum berstatus cagar budaya ini.
Museum kemarin tutup, agrowisata masih ada, tapi menurut pengelola tidak seramai saat sebelum pandemi. Saya tiba di hari kerja, bisa dibayangkan sesepi apa suasananya.
Hanya ada para penjaga dan beberapa anak muda, yang rupanya adalah pegiat teater lokal yang sedang mempersiapkan ritual prosesi Manten Tebu. Saya sempat berkenalan dan mendapat penjelasan, dulu ritual ini rutin dilaksanakan sebagai penanda dimulainya musim giling, juga sebagai ungkapan rasa syukur atas panen tebu.
Hormat saya untuk anak-anak muda yang sekarang berupaya menghidupkan kembali tradisi agar tak semua hilang. Sungguh sedih luar biasa, pabrik gulanya bertumbangan, masa iya jejaknya pun harus satu per satu hilang ditelan jaman?
📍Agrowisata Besaran PG Jatibarang
Jl. KH. Syahroni No.37
Kelurahan Jatibarang Lor
Kecamatan Jatibarang
Kabupaten Brebes, Jawa Tengah