Menjawab pertanyaan di atas, jawaban saya ternyata TIDAK. Semua berawal saat saya melihat sebuah foto di tempat saya bekerja, yang ternyata adalah foto suasana perundingan Kalijati. Saya berusaha keras mengingat pelajaran sejarah tanpa membuka google, tapi rupanya ingatan pada Linggarjati lebih mendominasi. Saya ke sana aja lah!


Kalau kita bisa mundur ke 8 Maret 1942, maka yang kamu lihat sedang berfoto di beranda rumah ini bukan kami bertiga, melainkan tuan-tuan jenderal yang baru saja menyelesaikan perundingan (atau lebih tepatnya pemaksaan?), hingga akhirnya Belanda menyerah tanpa syarat dalam perundingan yang hanya memakan waktu kurang lebih 10 menit! Sat set tas tes!! #eh
Rumah siapa kah ini? Mengapa perundingan dilaksanakan di sini? Dan bagaimana peristiwa ini bisa terjadi?
Pasca mendapat kesuksesan besar di Pearl Harbour, Desember 1941, Jepang bergerak cepat ke Asia untuk ‘mengamankan’ wilayah-wilayah yang dulunya dikuasai Sekutu dalam rangka mewujudkan cita-cita mereka membentuk Persemakmuran Timur Raya. Tentu saja Indonesia masuk dalam target Jepang, selain wilayah yang luas, siapa yang ngga ngiler dengan cadangan sumber daya alamnya?
Indonesia mempunyai cadangan logistik dan minyak bumi yang cukup untuk menopang aktivitas perang tentara Jepang. Tidak menunggu lama, 11 Januari 1942, Jepang pertama mendarat dan menduduki Tarakan, menyusul kemudian Balikpapan, Pontianak, Samarinda dan Banjarmasin. Bulan Februari Ambon dan Palembang menyusul mereka kuasai. 1 Maret, Jepang mendarat di tiga titik di Jawa, Teluk Banten, Eretan Indramayu, dan Kragan Rembang. Benar-benar sat-set, Belanda ngga dikasih napas! Hingga Batavia pun akhirnya jatuh ke tangan Jepang pada 5 Maret 1942, menyusul Bandung dua hari berikutnya.

Belanda yang sudah dalam kondisi yang sangat terdesak terpaksa menyetujui untuk mengadakan perundingan. Pertemuan yang awalnya direncanakan di Jalancagak, akhirnya terjadi di Pangkalan Udara Kalijati, Subang, Jawa Barat. Ini adalah ruangan tempat terjadinya perundingan, dengan keterangan posisi duduk masing-masing tokoh sesuai dokumentasi suasana perundingan, yang juga dibuat dalam bentuk lukisan yang dipajang di dindingnya.
Rumah ini dulunya adalah rumah biasa tempat tinggal salah satu perwira yang bekerja di Pangkalan Udara Kalijati. Kalau kamu berkesempatan berkunjung ke sana, bisa lihat di kanan kirinya, sampai hari ini rumah-rumah ini masih dihuni oleh keluarga prajurit yang bertugas di Lanud Suryadarma.




Bangunan rumah yang dibangun pada tahun 1917 ini masih kokoh, menurut pemandu yang bertugas, kerusakan yang agak mengganggu hanya di bagian atap. Hal menarik selain sejarah yang disimpan di rumah ini adalah aspek keamanan sebagai langkah antisipatif terhadap serangan yang mungkin timbul. Kamar-kamarnya dilengkapi dengan 2-3 pintu yang saling terhubung dengan ruangan lain untuk menghindari risiko terjebak. Kamar mandinya punya jendela yang dilengkapi peeping hole, untuk mengintip keadaan di luar sebelum kabur, dan di tahun itu rumahnya juga sudah dilengkapi shower dan wastafel. Saya ngga foto semua kondisi kamar mandinya gengs, agak-agak ‘nggak enak’ untuk dilihat soalnya.
Rumah Sejarah Kalijati bisa dikunjungi? Bisa kok, tapi ngga bisa bebas datang sewaktu-waktu, harus ijin dulu karena berada di kawasan militer Lanud Suryadarma. Kontak saya by DM Instagram untuk saya infokan nomor kontak narahubungnya ya, kamu bisa sekalian diajak keliling ke pangkalan udara dan sekolah penerbang pertama di Indonesia.
📍Rumah Sejarah Kalijati Capitulatie Huis van Nederlandsche-Indië Komplek Garuda E 25 Lanud Suryadarma, Kalijati, Subang, Jawa Barat