Cut Nya Dien adalah guru saya soal keberanian, semangat berjuang sampai akhir, bahkan bila akhir perjuangan itu harus berakhir tragis, jangankan untuk dihargai, dikenalipun tidak. Wafat di tanah seberang yang jauh dari kampung halaman di masa pengasingan, membuat makam ini sempat hilang.
Maka ziarah makam sebagai bentuk pengormatan jadi tujuan utama saya saat berkunjung ke Sumedang. Bergetar hati saya saat duduk di samping pusaranya, membaca untaian sajak yang terpahat di pualam. Sajak penghormatan yang sempat tertunda, akhirnya dituliskan setelah makamnya berhasil ditemukan pada tahun 1959, lima puluh tahun lebih pasca kematiannya.


Karena djihadmu perdjuangan, Atjeh beroleh kemenangan, Dari Belanda kembali ke tangan, Rakjat sendiri kegirangan. Itulah sebab sebagai kenangan, Kami teringat terangan-angan, Akan budiman pahlawan djundjungan, Pahlawan wanita berdjiwa kajangan.
Di sisi sebaliknya, terpahat:
Djanji Tuhan Rabbula’la Janji tuhan terbukalah, Neubloehamba ba’ prang sabil Dibeli hamba untung Perang Sabi, Njankeu keujum neubri keugata Itulah harga diri yang kuberikan, Patna tjidra peneudjeut rabbi Dimana janji Allah tidak ada yang cacat. Wahe teungke uleebalang, Wahai tengku uleebalang, Njan buloeeng prang Tuhan neubri, Dalam perang yang Tuhan berikan, Dijup langet diateuih boimoe, Di atas langit di bawah bumi, Lam lam njoe tanna sabe Di alam ini tidak selamanya ada.
Makam Cut Nya Dien ini berada di komplek pemakaman Gunung Puyuh, satu area dengan komplek makam bupati terdahulu Sumedang. Salah satu versi sejarah mengatakan hal ini membuktikan betapa Pangeran Aria Suria Atmadja sebagai Bupati Sumedang saat itu, begitu menghormati sosok Cut Nya Dien dengan menempatkan makamnya diantara makam leluhur.
Meski tak ada yang mengenalnya sebagai pejuang besar, masyarakat setempat mengenalnya dengan sebutan Ibu Prabu / Ibu Perbu / Ibu Suci, karena pada akhir masa hidupnya di Sumedang, Cut Nya Dien mengabdikan diri mengajarkan ilmu agama
Versi lain mengatakan, Cut Nya Dien dimakamkan di lahan makam keluarga KH Sanusi yang menurut klaim ahli warisnya adalah sosok yang berjasa menampung Cut Nya Dien semasa diasingkan di Sumedang.




Di post Instagram saya tentang Bekas Rumah Pengasingan Cut Nya Dien di Sumedang, saya sudah singgung soal perbedaan informasi tentang siapa sosok tokoh setempat yang membantu dan merawat beliau di pengasingan. Di situs bekas rumah, kamu akan mendengar cerita versi keturunan Haji Ilyas. Nah kalau kamu berziarah ke makam, kamu akan bisa mendengar cerita versi keturunan dari KH. Sanusi. Mana yang benar? Wallahu a’lam, tak terlalu penting buat saya.
Selain makam Cut Nya Dien, rata-rata peziarah mengunjungi makam Pangeran Sugih, salah satu bupati Sumedang yang cukup terkenal. Pengunjung juga bisa sekalian berziarah ke makam ibunda Bung Hatta, Sitti Saleha.


Oiya gengs, karena komplek makam ini seperti sebuah bukit kecil di tengah kota, pengunjung perlu jalan kaki menyusuri anak tangga yang lumayan naik turun. Tenang, ngga jauh kok, hitung-hitung olahraga ringan.
📍Komplek Pemakaman Cut Nyak Dien Gunung Puyuh, Sukajaya, Sumedang