Kebahagiaan itu penting ngga?
Kecuali lagi kaya Mas Anang yang ngga suka sama penampilan kontestan pencarian idola, saya rasa sebagian besar akan menjawab “yes” π.
Sebuah studi di Warwick University, menunjukkan data, pekerja yang bahagia 11% lebih produktif dibanding yang tidak, sementara peneliti di Wharton Business School menunjukkan data pekerja yang bahagia di masa dewasa awal akan memiliki pendapatan yang lebih baik di masa depan dibanding yang tidak. Dari sisi kesehatan, orang yang bahagia cenderung memiliki risiko lebih rendah terkena serangan jantung. Dalam hal pendidikan, anak-anak yang bahagia akan menunjukkan prestasi akademik dan non akademik yang lebih tinggi dan stabil, last but not least, dalam masyarakat, orang yang bahagia cenderung patuh / tidak ada dorongan untuk melanggar aturan.
Sedemikian pentingnya, kebahagiaan sampai jadi hal yang di-promote oleh UN (United Nations a.k.a PBB). Setiap tahun dirilis World Happiness Report, dan tahun 2023 ini, saya senyum kecut membaca Indonesia berada di posisi 84 dari 137 negara, di bawah Singapura (25), Malaysia (55), Thailand (60), Vietnam (65), Filipina (76).
Ah, itu kan teori, prakteknya kita hepi-hepi aja kok. Pasti akan ada yang komen begini. Saya balik tanya, yakin? Yakin hepi-hepi yang kamu maksud itu ngga keliru? Saya pun pernah ada di masa dimana saya keliru menerjemahkan senang/fun dengan bahagia/happy.
Nahh, daripada bablas keliru, belajar memahami lagi yuk, kebahagiaan itu apa sih?
Pertama. Karena tadi udah ngobrolin peringkat kebahagiaan-nya UN, kita lihat dulu yang ini ya. Negara-negara di dunia diurutkan dalam peringkat kebahagiaan berdasarkan enam faktor, yaitu:
- pendapatan per kapita
- dukungan sosial
- harapan hidup sehat
- kebebasan membuat pilihan hidup
- indeks persepsi korupsi
- distopia
Semakin tinggi angka di keenam hal tadi, maka semakin bahagia (warga negara) negara tersebut.
Kedua. Dari sisi psikologi kali ini ya. Kebahagiaan memang berkaitan dengan apa yang kita rasakan. Tapi ini bukan sekedar urusan mood yang bagus, yang bisa berubah/berlalu dalam sesaat. Bahagia juga bukan berarti harus menyangkal emosi negatif. Kita semua menghadapi kesulitan/tantangan setiap hari dan sangat wajar untuk merasa marah, sedih, frustrasi, dan emosi negatif lainnya. Itu yang jaman now disebut orang sebagai pura-pura bahagia π.
Orang yang bahagia mampu menikmati saat-saat menyenangkan, tetapi di sisi lain juga mampu menerima dan mengatasi secara efektif saat-saat buruk yang tak terelakkan, bahkan menemukan makna/hikmah.
Martin Seligman adalah tokoh psikologi positif yang pendapatnya banyak digunakan untuk menjelaskan tentang kebahagiaan. Seligman meyakini kebahagiaan tercapai apabila individu berhasil mencapai hidup yang bermakna.
Dan ada enam nilai utama yang menyokong kebermaknaan hidup, yaitu:

- pengetahuan/kebijaksanaan (knowledge/wisdom)
- keberanian (courage)
- kemanusiaan (humanity)
- keadilan (justice)
- kontrol (moderation)
- spiritualitas (transendence)
Ini lumayan panjang kalau dibahas tuntas dan mendetail, lain kali aja terpisah ya ππ».
Ketiga. Kita lihat dari sisi agama. Karena saya muslimah, maka ini dilihat dengan kacamata Islam. Dan karena saya faqir ilmu, saya kutip dari kajian-kajian yang pernah saya ikuti. Singkatnya, puncak kebahagiaan tertinggi seseorang, ada dua aspek. Dalam hubungan dengan Tuhannya, saat dia (berusaha) mencapai derajat taqwa yang setinggi-tingginya. Dan dalam hubungannya dengan sesama manusia, saat seseorang berusaha menjadi manusia dengan seluas-luasnya manfaat.
Sudah dibahas what is happiness dari tiga sisi, lain kali, kita akan bahas how to be happy ya. Sebuah quote untuk menutup catatan ini.
"Happiness is the meaning and the purpose of life, the whole aim and end of human existence.β - Aristotle